Jumat, 06 Juni 2014

Pelajaran Berharga #1




Oke, hari ini aku banyak belajar (lagi) dari orang-orang di sekitarku.

Sepulang kuliah aku bergegas menuju parkiran untuk bersiap-siap pulang, ketika aku mengendarai motorku, aku merasa ada yang aneh di ban bagian belakang. Ban-nya oleng, kapten! Hehehe. Ketika aku berhenti dan melihat bagian belakang motor, ternyata benar! Ban motorku bocor. Tanpa menunggu lama aku langsung cusss ke tempat tambal ban.

Aku sempat malu, karena kupikir biasanya tempat tambal ban itu selalu ramai dengan kaum laki-laki, eh ternyata tempatnya sedang dalam keadaan sepi.

“alhamdulillah” ucapku dalam hati.
“ban-nya bocor ya, neng?” tanya si abang ahli tambal ban.
“iya nih bang. Diparkiran pula bocornya” balasku.

Tidak berapa lama, ada temannya si abang ahli tambal ban tadi; panggil aja abang medan. Hehehe. Karena logat bicaranya seperti orang medan. Aku tidak sempat menanyakan namanya. Dari situ, mulai timbul percakapan antik. Ya! Aku menganggapnya antik karena percakapan itu tidak biasa untukku. It’s amazing!

Si abang medan itu awalnya menanyakan tempat tinggalku. Sampai pada akhirnya abang medan bertanya kepadaku mengapa aku memilih kuliah di *****; sensor yaaa. Ya, aku dengan spontan menjawab “aku lebih srek aja milih kampus ini”. 

Si abang medan lalu membalas ucapanku seperti ini “menurut saya sih neng kuliah itu bukan masalah mewahnya kampus atau bagusnya kampus itu seperti apa tapi ya karena diri kita sendiri pengin belajar dan sukses. Maaf nih, ya, bukannya gimana-gimana tapi ada teman saya yang sudah sarjana saja dia masih bingung untuk mencari kerja dimana. Saya yakin, dari 1 kelas di kelas neng pasti ngga semuanya bakalan jadi guru SD. Mungkin ada yang salah satu atau beberapa terpaksa karena tuntutan dari orang tua”.

Aku langsung terdiam dan memperhatikan pembiacaraan abang medan ini. Lanjut.

“malah pernah tuh ya, ada anak kampus sini sudah semerster 6, setiap pulang kuliah dia selalu jadi tukang parkir didekat rumahnya. Pas saya tanya kenapa, orang itu bilang kalau dia tidak mau menyusahkan orang tuanya. Ayahnya memang bekerja, tapi dia bilang rasanya tidak etis jikalau sudah dewasa masih tetap meminta uang dari orang tua, apalagi untuk kaum laki-laki. Terus kadang juga suka miris ya, banyak anak perempuan yang ke kampus tapi dandanannya heboh seperti mau ke pesta dan ada juga yang pilih kasih dalam hal pertemanan. Pokoknya macem-macem deh”.

Sekali lagi, aku terdiam dan mengiyakan percakapan si abang medan itu. “bijak banget” ucapku dalam hati. Ucapan yang bahkan dosen yang bertitel pun jarang mengucapkannya. Nasehat itu datangnya darimana saja. Tidak memandang gelar, kekayaan, kecantikan atau ketampanan fisik, dll.

Oke! Hari ini aku belajar banyak dari abang medan. Hehehe. Jangan lihat siapa yang memberikan nasehat tapi dengar dan pahamilah isi dari nasehat tersebut. Don't judge the book by the cover, belum tentu yang covernya jelek, isinya juga jelek begitu pula sebaliknya. Aku harus jadi pribadi yang lebih baik lagi. Yang tidak menyusahkan kedua orang tua lagi. Yang selalu berusaha untuk membanggakan, bukan mengecewakan. Yang haus akan pengalaman-pengalaman yang luar biasa. Aku pasti bisa!

Regards
Pecinta Cokelat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar