Oke, hari ini aku banyak belajar (lagi) dari orang-orang di sekitarku.
Sepulang kuliah aku
bergegas menuju parkiran untuk bersiap-siap pulang, ketika aku mengendarai
motorku, aku merasa ada yang aneh di ban bagian belakang. Ban-nya oleng,
kapten! Hehehe. Ketika aku berhenti dan melihat bagian belakang motor, ternyata
benar! Ban motorku bocor. Tanpa menunggu lama aku langsung cusss ke tempat
tambal ban.
Aku sempat malu,
karena kupikir biasanya tempat tambal ban itu selalu ramai dengan kaum
laki-laki, eh ternyata tempatnya sedang dalam keadaan sepi.
“alhamdulillah”
ucapku dalam hati.
“ban-nya bocor ya,
neng?” tanya si abang ahli tambal ban.
“iya nih bang.
Diparkiran pula bocornya” balasku.
Tidak berapa lama,
ada temannya si abang ahli tambal ban tadi; panggil aja abang medan. Hehehe.
Karena logat bicaranya seperti orang medan. Aku tidak sempat menanyakan
namanya. Dari situ, mulai timbul percakapan antik. Ya! Aku menganggapnya antik
karena percakapan itu tidak biasa untukku. It’s amazing!
Si abang medan itu
awalnya menanyakan tempat tinggalku. Sampai pada akhirnya abang medan bertanya
kepadaku mengapa aku memilih kuliah di *****; sensor yaaa. Ya, aku dengan
spontan menjawab “aku lebih srek aja milih kampus ini”.
Si abang medan lalu
membalas ucapanku seperti ini “menurut saya sih neng kuliah itu bukan masalah
mewahnya kampus atau bagusnya kampus itu seperti apa tapi ya karena diri kita
sendiri pengin belajar dan sukses. Maaf nih, ya, bukannya gimana-gimana tapi
ada teman saya yang sudah sarjana saja dia masih bingung untuk mencari kerja
dimana. Saya yakin, dari 1 kelas di kelas neng pasti ngga semuanya bakalan jadi
guru SD. Mungkin ada yang salah satu atau beberapa terpaksa karena tuntutan
dari orang tua”.
Aku langsung terdiam
dan memperhatikan pembiacaraan abang medan ini. Lanjut.
“malah pernah tuh ya,
ada anak kampus sini sudah semerster 6, setiap pulang kuliah dia selalu jadi
tukang parkir didekat rumahnya. Pas saya tanya kenapa, orang itu bilang kalau
dia tidak mau menyusahkan orang tuanya. Ayahnya memang bekerja, tapi dia bilang
rasanya tidak etis jikalau sudah dewasa masih tetap meminta uang dari orang
tua, apalagi untuk kaum laki-laki. Terus kadang juga suka miris ya, banyak anak
perempuan yang ke kampus tapi dandanannya heboh seperti mau ke pesta dan ada
juga yang pilih kasih dalam hal pertemanan. Pokoknya macem-macem deh”.
Sekali lagi, aku
terdiam dan mengiyakan percakapan si abang medan itu. “bijak banget” ucapku
dalam hati. Ucapan yang bahkan dosen yang bertitel pun jarang mengucapkannya.
Nasehat itu datangnya darimana saja. Tidak memandang gelar, kekayaan,
kecantikan atau ketampanan fisik, dll.
Oke! Hari ini aku
belajar banyak dari abang medan. Hehehe. Jangan lihat siapa yang memberikan
nasehat tapi dengar dan pahamilah isi dari nasehat tersebut. Don't judge the
book by the cover, belum tentu yang covernya jelek, isinya juga jelek begitu
pula sebaliknya. Aku harus jadi pribadi yang lebih baik lagi. Yang tidak
menyusahkan kedua orang tua lagi. Yang selalu berusaha untuk membanggakan,
bukan mengecewakan. Yang haus akan pengalaman-pengalaman yang luar biasa. Aku
pasti bisa!
Regards
Pecinta Cokelat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar